obrolan-obrolan ini pertama kali didengar di fesbuk...

23.3.10

Negara dan kesehatan (1)


“Katanya Obama gak jadi datang gara-gara berantem ama DPR di sono?”
“Berantem? Haha, kamu pikir pansus-pansusan kayak di Senayan?”
“Abis apa’an dong?”
“Dia memang batalin ke sini karena mau mengawal sebuah rancangan undang-undang, supaya disetujui ama DPR”
“Ngawal? Kok pake dikawal segala? Tentang apa sih?”
“Tentang kesehatan. Undang-undang yang akan ngatur gimana Amerika akan ngelindungin kesehatan rakyatnya…”
“Bagus dong? Kok pake ribut-ribut segala?”
“Gini. Kamu punya asuransi kesehatan gak?”
“Ehm, nggak. Memangnya kenapa?”
“Kalau kamu sakit trus ke dokter dan butuh obat, gimana?”
“Yah, saya mah ke dukun aja dulu, lebih murah. Kalo musti beli obat ya pinjem duit tetangga biasanya”
“Bentar, kalo kamu sakit, nggak masuk kerja dong?”
“Iyalah, bekem aja di rumah”
“Trus kerjaan kamu di kantor gimana dong?”
“Errr.. biasanya sih saya kerjain pas udah sehat”
“Berarti tertunda?”
“Iya, tertunda”
“Kalau begitu, kantor kamu ikut rugi?”
“Ehm… iya juga sih…”
“Nah, makanya banyak kantor yang mengharuskan pegawainya punya asuransi kesehatan. Supaya kamu jangan selalu ngandalin dukun gak jelas. Jangan udah sakit kanker masih dikira bisa sembuh pake obat gosok. Kayak gitulah”
“Oh gitu. Oke. Tapi kalo begitu kan urusan kantor aja, sama pegawai, sama asuransi toh? Kok Obama yang presiden itu ikut pusing?”
“Nah ini lebih rumit. Justru ini salah satu faktor yang bikin mereka pada ribut. Kenapa musti negara yang ngurusin semuanya…”
“Nah gimana tuh?”
“Gini. Kalau kamu yakin betul kamu sehat, mau nggak beli asuransi?”
“Nggak dong. Mending beli HP baru…”
“Oke, tapi tadi kan kita udah sepakat, ya. Kalo kamu nggak kuatir, biasanya kantor kamu yang kuatir. Jadi kantor kamu maksa kamu punya asuransi. Atau beliin kamu dengan memotong gaju kamu tiap bulan”
“Oh iya”
“Nah. Tapi gimana kalo bos kamu di kantor juga yakin bahwa semua karyawannya – apalagi kalo cuman dikit – sehat selamanya?”
“Kantor gak perlu beli asuransi”
“Persis. Tapi kan itu nggak realistis. Kuman ada di mana-mana. Kalau nggak hari ini, mungkin besok. Banyak kantor yang sengaja gak mau beliin asuransi buat karyawannya karena alasan mereka tahu pegawainya sehat-sehat. Tapi kemudian minggu depannya, satu pegawai kena tipus. Berabe”
“Oh…”
“Iya, dan jangan lupa. Kamu kan punya keluarga, punya anak. Anak kamu belum kerja. Siapa yang nanggung asuransinya? Mustinya kamu. Tapi lewat apa, wong kamu aja nggak mau, dan kantor kamu cuman mau nanggung kamu?”
“Eh?”
“Nah, kalau kebanyakan orang di negari ini kayak kamu, maka secara total, yang rugi ketika orang-orang – termasuk anak-anak dan orang tua- pada sakit adalah negeri. Karena itu akan mempengaruhi orang yang mustinya sedang produktif, kayak kamu. Kalau penduduk produktif tidak kerja atau hasil kerjanya habis atau bahkan nggak cukup untuk menjamin kesehatan anggota kelurganya, maka negara memang perlu melakukan sesuatu. Dan jangan lupa, itu untuk kepentingan umum: masyarakat sehat berarti lebih produktif berarti perekonomian lebih baik berarti makin sehat berarti makin produktif, dan seterusnya…”
“Oh begitu toh hubungannya. Berarti negara yang jamin kesehatan anak saya tadi ya?”
“Ya, kasarnya begitu”
“Oh kalo gitu saya nggak usah pusing dong…”
“Nah! Ini masalahnya. Tidak berhati-hati bikin sistemnya juga justru berbahaya. Karena akan banyak orang kayak kamu yang mau manfaatin situasi. Ini sebabnya kebijakan kayak gini perlu sangat berhati-hati. Jangan sampe dimanfaatin orang-orang yang cuman mau numpang gratis”
“Hehe, sori…”
“Trus ada masalah lain…”
“Apa itu?”
“Kalo negara yang nanggung, duitnya dari mana?”
“Oh iya… dari pajak?”
“Persis”
“Wah pajak saya bakal naik, dong?”
“Kalau bukan pajak kamu, pajak anak kamu 15-20 tahun lagi…”
“Wah repot juga…”
“Loh, katanya mau sehat. Kok gak mau bayar?”
“Ah pusing ah…”
“Ya udah, tuh indominya udah dingin”

***
Obrolan ini pertama kali didengar di fesbuk.