obrolan-obrolan ini pertama kali didengar di fesbuk...

15.1.09

Asal-usul Huru-hara (1)

“Kamu kan udah janji mau cerita tentang krisis keuangan yang diributkan orang-orang itu...”
“Ehm, apanya, ya?”
“Ya, asal-usulnya. Kenapa asuransi besar, bank-bank investasi berguguran, dan seterusnya, hingga sekarang semua orang jadi susah begini”
“Oh itu. Oke deh saya coba. Ayo ke warung sebelah”
“Thanks, ya. Kali ini saya yang bayar kopinya. No such thing as a free lunch, bukan?”
“Hehehe, thanks. Oke. Pertama, bayangkan kamu mau membeli rumah dengan cicilan”
“Beli rumah dengan cicilan...”
“Kamu butuh apa, kira-kira?”
”Ehm.... pastinya duit untuk mencicil? Berarti saya harus ke bank, cari program KPR atau semacam itu”
”Susah, nggak?”
”Ya susahlah bagi orang pas-pasan kayak saya... Belum lagi untuk minta kredit di bank musti pakai surat pengantar dari kantor. Bos saya rada cerewet, nggak gampang ngeluarin surat-surat kayak gitu”
”Nah yang seperti itu lebih gampang di negara-negara mapan seperti Amerika”
”Oh, ya? Kenapa?”
”Karena ada perantara. Namanya mortgage broker. Mungkin terjemahan langsungnya adalah ’pialang hipotik’. Di sini juga ada, tapi belum banyak dan belum populer”
”Mortgage broker. Apa yang mereka lakukan?”
”Mereka membantu kamu mendapatkan cicilan dari bank. Bahkan kalau perlu, kamu tidak perlu berurusan dengan bank. Mereka take care everything
”Oh, begitu. Kayak jasa pemberi kredit motor kali di sini, ya?”
”Ya, kira-kira begitu”
”Wah enak dong. Tapi kenapa mereka mau jadi perantara, ya?”
”Ya namanya juga ’calo’. Broker itu kan calo. Pasti ada profit yang mereka ambil. Kalau nggak, mana mau? Mereka biasanya menjalin hubungan baik dengan bank, sehingga bank lebih percaya mereka daripada peminta kredit langsung individual seperti kamu. Dalam beberapa hal, mereka bahkan bisa mendominasi pasar, sehingga memang kamu tidak punya pilihan selain berurusan dengan mereka. Yah analoginya seperti calo karcis teater di TIM itulah...”
I see. Tapi kalau kayak calo, buat apa mereka memberi iming-iming kemudahan, seperti DP rendah, tidak perlu surat pengantar, dan sebagainya? Seingat saya, pas lagi desperate mau nonton Teater Koma kemarin, saya terpaksa beli tiket balkon 50 ribu dari calo, padahal mustinya hanya 30 ribu. Mau ke kasir resmi, tiketnya habis katanya”
“Karena mereka, mortagage broker ini bukan sendiri, bukan sedikit. Jumlahnya banyak. Itu memaksa masing-masing dari mereka untuk sedapat mungkin menarik orang-orang seperti kamu. Masing-masing berlomba memberi kemudahan. Kalau perlu kamu diberi bunga rendah selama beberapa tahun pertama. Nanti tahun berikutnya baru kamu merasakan beratnya. Tapi sudah kadung”
“Oh begitu? Oke balik ke broker. Kalau begitu, sekarang kenapa bank mau percaya kepada para broker itu? Bukankah orang-orang seperti saya yang memang sebenarnya belum layak dapat cicilan jadi bisa dapat karena ’ditolong’ oleh mereka?”
“Karena bank-nya juga ’menggeser’ sebagian risikonya ke pihak lain, sembari berharap bayaran rutin dari broker; yang juga mengharap bayaran rutin dari kamu dan orang-orang lain yang di-’tolong’-nya”
”Bank 'menggeser' risikonya? Maksudnya?”
“Iya. Mereka sadar bahwa banyak hipotik yang masuk ke mereka sebenarnya berasal dari orang-orang seperti kamu. Yang sebenarnya di-’karbit’ oleh broker yang dapat komisi dari mereka.”
“Biar saya tebak. Kalau begitu, mereka juga akan ’menggeser’ sebagian risiko itu?”
”Betul sekali”
”Ke mana?”
”Ke bank jenis lain. Yaitu bank investasi. Bank seperti ini banyak di Wall Street. Isinya jenius-jenius yang bisa menyulap sekelompok hipotik keropos menjadi kelihatan cantik”
“Hah? Apa maksudnya?”
“Sederhana sebenarnya. Mereka bersedia membeli hipotik-hipotik seperti punya kamu itu, karena lebih murah, lalu mereka permak. Lantas mereka beri nama keren: CDO alias collateralized-debt obligation, atau mungkin bisa kita sebut surat hutang yang berjamin”
“Berjamin? Berjaminkan apa?”
“Artinya surat hutang itu ada backup-nya. Kalau kamu beli CDO, teorinya kamu akan menikmati pembayaran bunga secara rutin. Bank investasi itu sebenarnya mau bilang: Jangan kuatir gagal bayar, Bung, tokh surat ini dijamin oleh pemasoknya, yaitu bank-bank komersil di luar sana. Jika kamu tanya lagi: Lantas kalau bank komersil gagal bayar? Tenang saja, kata mereka, kan mereka dijamin oleh broker. Begitu seterusnya, sampai jaminan terakhir adalah rumah kamu”
”Wow”
”Ya: wow. Tapi inilah anehnya dunia jamin-menjamin ini. Pembeli CDO biasanya tidak peduli lagi bahwa di ujung sana memang benar ada rumah yang bisa diklaimnya sewaktu-waktu. Semua percaya bahwa ’ada jaminan’ – itu saja”
”Kok bisa begitu, ya?”
”Ya bisa saja. Sekarang coba pikir: perhatikan uang 50 ribuan saya ini. Apakah saya bisa ke Bank Indonesia sekarang bilang: ‘Pak Bud, maaf, saya tidak mau lagi dengan uang 50 ribu ini. Saya mau emasnya saja’. Apa bisa?”
“Ya nggaklah. Mana mungkin?”
“Nah, persis seperti itu. Nun dulu kala, semua uang ada jaminan emasnya -- atau logam mulia lain yang sepadan di bank. Sekarang orang tahu bahwa emas itu ternyata tidak ada. Tapi uang sudah menjadi bernilai dalam dirinya sendiri. Sekali pun dia hanya kertas: nilai kertas uang 50 ribu tidak jauh beda dengan nilai kertas uang 5 ribu. Bener, nggak? Tokh orang bisa percaya bahwa yang pertama nilainya sepuluh kali yang kedua!”
“Benar, benar”
Welcome to Moneyland... Nah sekarang lebih canggih lagi: nggak usah uang bergambar presiden atau pahlawan dengan tandatangan pejabat bank sentral. Kertas bertulis CDO pun bisa sakti. Welcome to Paperland...”
“Gila. Lantas?”
“Tunggu.... Wah, sudah malam.... Saya harus pulang sekarang. Kita lanjutkan besok, ya? Ini belum selesai, masih panjang... Masih ada masalah rating, rekayasa pembukuan, jaminan bodong, dan lain-lain...”
”Oh iya, sudah gelap. Oke deh, janji ya. Nanti diteruskan lagi”
”Sure.... Thanks ya kopinya”



Sumber utama: The Subprime Primer, sebuah kartun yang beredar di blogosfer, pertama kali ketemu di blog-nya Greg Mankiw. Dengan bantuan Pak Google, kita mungkin bisa menyimpulkan bahwa asalnya dari The Big Picture.

***