obrolan-obrolan ini pertama kali didengar di fesbuk...

13.1.09

Krisis, Stimulus, Ideologi

"Orang-orang pada ribut tentang stimulus. Ada apa sih? Apa itu stimulus ekonomi?"
"Rangsangan. Atau kejutan. Atau motivasi yang sengaja diberikan pemerintah agar perekonomian bisa bergerak kembali setelah jatuh"
"Teknisnya bagaimana?"
"Saat ini perekomian dunia lagi lesu. Termasuk di Indonesia. Biasanya ada 10 orang yang mau dan mampu membeli 10 kue, sekarang hanya ada 6 orang; 4 sisanya tidak mampu lagi (Atau 10 orang ini tetap mau, tapi kemampuannya sama dengan 6 orang saja). Ini sama artinya bahwa ada 4 kue yang tidak akan laku"
"Lantas?"
"Lantas, di bulan berikutnya, permintaan masih 6, tapi si toko kue hanya mau memproduksi 6 biji, agar tidak ada lagi kue yang harus dibuang. Tapi dengan demikian, yang empunya toko terpaksa memberhentikan beberapa orang pekerjanya"
"Oh berarti pengangguran bertambah karena produksi berkurang, dan produksi berkurang karena permintaan lesu?"
"Tepat sekali"
"OK. Lantas? Selesai?"
"Sayangnya belum. Orang-orang yang dipecat tadi, pendapatannya merosot (atau bahkan habis). Sementara yang belum dipecat menjadi kuatir, jangan-jangan ia yang akan dipecat berikutnya. Akibatnya, mereka menabung lebih banyak, dan mengurangi konsumsi. Akibatnya, permintaan terhadap kue makin turun lagi"
"Spiral dong? Kuenya tinggal 3, 2, dst? Dan karenanya toko juga akan memecat lebih banyak pekerja lagi?"
"Iya. Bahkan pergerakan ke bawah ini bisa lebih cepat lagi. Itu terjadi kalau orang-orang lain yang masih mampu membeli kue pada menahan diri, karena mereka memperkirakan harga bakal turun terus"
"Wah, saya jadi ingat. Saya dan istri berencana beli mobil akhir tahun kemarin. Kami sengaja menunda, karena kami pikir harga mobil pasti jatuh, hahaha"
"Itu analogi yang bagus"
"Tapi kalau semua orang berpikiran seperti itu, berarti uang yang ada disimpan aja dong di rumah?"
"Iya. Jadi uang yang benar-benar beredar bisa untuk beli 4 kue, tapi kue yang dijual ada 6. Akibatnya, nilai kue jatuh, nilai uang naik. Ini disebut deflasi; kebalikannya adalah inflasi"
"Wah mulai rumit... OK, solusinya bagaimana?"
"Pertama, BI bisa menambah uang yang beredar. Supaya jumlah uang jadi lebih banyak, sehingga nilai diturunkan sedikit, supaya sepadan dengan nilai kue"
"Caranya?"
"Bisa dengan membeli surat berharga dari bank-bank komersial. Jadi surat itu berubah jadi uang. Maka makin banyak uang di Bank Tugiman di seberang jalan itu. Bank Tugiman akan bisa meminjamkan uang kepada kamu atau orang lain yang membutuhkannya. Untuk beli kue, misalnya. Akibatnya nilai uang kembali sepadan dengan jumlah kue yang ada. Deflasi teratasi"
"Beres dong?"
"Sayangnya itu belum tentu terjadi. Dalam kondisi seperti sekarang ini, bank-bank komersil juga ketakutan. Jangan-jangan kalau memberi kredit ke kamu, kamu akan ngemplang"
"Oh ya? Jadi?"
"Yah, awalnya mereka menjual surat berharga ke BI, tapi uangnya tidak disalurkan, karena kuatir risiko kemplang. Akhirnya mereka kebanyakan lebih cenderung memegang surat berharga itu -- walaupun tingkat bunganya tidak menarik lagi; jadi sama saja dengan memegang kas. Dengan kata lain, kebijakan BI itu tidak efektif"
"Jadi bagaimana, dong?"
"Stimulus"
"OK, tolong dijelaskan"
"Kembali ke cerita kue paling atas. Untuk menjaga agar ke-10 kue laku, padahal yang mau beli hanya 6, maka pemerintah bisa membeli 4. Atau mengurangi pajak sehingga para pembeli tetap bisa membeli ke-10 kue yang ada. Atau kombinasi keduanya: beli dengan uang pemerintah dan potong pajak"
"Yang mana yang lebih efektif?"
"Tergantung. Kalau pemotongan pajak membuat kamu pulang ke rumah dengan uang lebih banyak daripada bulan lalu, tapi uangnya kamu tabung, bukan untuk dibelanjakan, yah tidak semua dari 10 kue di luar sana itu laku".
"Jadi lebih baik pemerintah yang beli kue itu? Bagaimana kalau pemerintah yang beli?"
"Begini. 'Pemerintah beli' maksudnya pemerintah membantu orang supaya bisa beli. Misalnya lewat bantuan langsung tunai atau program-program padat karya seperti PNPM"
"Oh begitu... sampai kapan program-program ini dilaksanakan?"
"Sampai keadaan kembali normal: 10 permintaan kue bertemu 10 penawaran kue"
"Kenapa tidak sekalian dilebihkan saja?"
"Wah jangan, kalau itu terjadi, keadaan jadi susah lagi. Dari sisi sebaliknya: inflasi".
"Ah, saya mengerti sekarang. Ketika keadaan sudah normal kembali, pemerintah bisa istirahat?"
"Ya"
"Oh ya, tadi kamu sempat bilang potong pajak penghasilan. Kenapa bukan PPN atau pemberian fasilitas lain ke produsen?"
"Loh, kan soal awalnya di permintaan, bukan di penawaran. Kalau yang dibantu produsen, kuenya di cerita di atas jadi 12 dong, sementara permintaan sudah drop ke 6?"
"Oh iya, ya... Tapi kan setidaknya mereka tidak memecat karyawan"
"Betul, tapi sekali lagi, akar dari masalahnya ada di permintaan. Boleh saja membantu sisi penawaran, tapi penekanan tetap di sisi permintaan. Jangan terbalik"
"OK, OK... Ehh.. boleh tanya satu hal lagi?"
"Boleh... terakhir ya..."
"Bukannya kamu pro-pasar?"
"Ya, kenapa?"
"Mengapa sekarang kamu menyarankan supaya pemerintah memberikan stimulus?"
"Karena 'pro-pasar' bukan berarti pemerintah tidak diperlukan sama sekali. Pasar bisa mengalami guncangan. Ada yang kecil, ada yang besar. Jika dalam cerita di atas, semua harga fleksibel, maka ketika ada hanya 6 permintaan untuk 10 penawaran, maka semua harga akan langsung turun. Akibatnya harga kue turun. Permintaan akan naik lagi. Seimbang lagi. Mungkin tidak persis di 10, karena gaji juga turun. Mungkin 9 atau 8, tapi seimbang"
"Tapi saat ini tidak seperti itu?"
"Sayangnya tidak. Jauh dari itu. Lihat saja analoginya: apakah ketika BBM diturunkan, ongkos angkot kamu juga turun?"
"Iya yah... tapi teman saya bilang anda ini tidak konsisten. Karena sekarang meminta pemerintah memberikan stimulus. Katanya anda gampang sekali berubah ideologi?"
"Hahaha. Anggap saja itu lelucon. Itu sama halnya dengan menuduh kawan-kawan sosialis tidak konsisten menjaga ideologinya hanya karena pakai handphone produk kapitalisme"
"Hahaha"



Inspirasi utama: Blog Becker-Posner, diskusi dengan Chatib Basri, dan rumor

****