obrolan-obrolan ini pertama kali didengar di fesbuk...

17.1.09

Asal-usul Huru-hara (2)

“Oke, bisa disambung lagi? Please?”
“Sampai mana kemarin, ya? Oh ya CDO di bank investasi”
”Iya. Kopi?”
”Ya, thanks. Oke, gimana mulainya. Saya ulang dikit, ya. Singkatnya begini. Kamu mau beli rumah, duit pas-pasan, 'dibantu' oleh mortgage broker, yang menjadi perantara antara kamu dan bank dengan imbalan komisi. Bank komersil tersebut menjual lagi hipotik kamu ke bank investasi. Yang terakhir ini mengeluarkan ’surat berharga’ yang disebut CDO dengan jaminan hipotik tersebut”
”Wah, ternyata bisa disingkat, ya? Kemarin saya mumet juga, hahaha”
”Sori. Nah, sekarang bayangkan bahwa ada banyak orang seperti kamu. Bank investasi, seperti yang saya ceritakan kemarin, akan berusaha menjual CDO-CDO tersebut dengan cara yang brilyan”
”Bagaimana itu?”
”Resepnya ada dua. Pertama, ingat hipotik-hipotik itu masing-masing mungkin berujung pada orang yang berisiko gagal bayar tinggi seperti kamu. Tapi kalau digabungkan semua dan dikemas dengan baik, paketnya bisa menjadi, sim salabim, menarik. Kedua, kalaupun calon pembeli agak sangsi, yakinkan mereka bahwa harga rumah akan naik terus, jadi hangan kuatir, pasti memegang surat berjaminkan rumah tersebut adalah investasi yang bagus”
”Begitu?”
”Ya. CDO yang diterbitkan tadi dikemas dalam 3 bagian: bagian yang bagus, bagian yang biasa-biasa saja, dan yang jelek. Jika terjadi gagal bayar dari nasabah, bank investasi akan membayar investor yang ’bagus’ dulu. Lalu kemudian yang ’biasa-biasa saja’, dan terakhir yang ’jelek’. Nah, karena investor ’baik’ adalah biasanya mereka yang risikonya juga rendah, mereka dibayar dengan bunga yang rendah. Untuk investor ’biasa-biasa saja’ bunganya lebih tinggi. Terakhir, bunga paling tinggi untuk investor berisiko paling tinggi, yaitu bagian yang ’jelek’ tadi”
”Pelan-pelan, dong. Jadi ada tiga bagian: bagus, biasa-biasa, jelek. Jika gagal bayar, yang baik dibayar duluan, menyusul kemudian yang biasa-biasa saja, dan terakhir yang jelek. Tapi bunganya paling rendah untuk yang bagus, sedang untuk yang biasa-biasa saja, dan tinggi untuk yang jelek”
”Persis”
”Lalu apa hubungannya dengan rating?”
”Oh iya. Untuk semakin memperkuat kesan bahwa barangnya bagus, si bank investasi akan membeli asuransi obligasi untuk bagian CDO yang bagus. Kalau itu mereka lakukan, mereka bisa mendapatkan rating yang bagus. Misalnya AAA. Lembaga rating jadinya bahkan mungkin ikut me-rating bagian yang biasa-biasa saja dengan BBB - lumayanlah”
”Bagaimana dengan yang jelek?”
”Tidak perlu di-rating. Tokh, ada rating AAA dan BBB di atasnya. Itu saja sudah meyakinkan”
”Wow. Jadi dari hipotik-hipotik yang sebenarnya tidak jelas itu, para jenius Wall Street ini menciptakan surat berharga CDO yang diberi peringkat bagus oleh lembaga rating?”
”Kira-kira begitulah”
”Lantas, siapa yang bakal menjadi ... korban?”
”Sebentar. Mereka, bank-bank investasi ini biasanya menjual CDO ini kepada pihak-pihak yang kebetulan punya uang dan butuh sarana investasi yang aman – atau yang mereka anggap aman, tepatnya. Misalnya perusahaan asuransi, bank-bank lain, dewan kota, bahkan majlis sekolah atau semacamnya”
”Tapi mustinya mereka tidak bodoh, dong. Pasti tidak ada yang mau membeli bagian yang jelek-jelek?”
”Iya. Karena itu biasanya jenis yang jelek itu disimpan sendiri, jadi seolah-olah dibeli sendiri, dan karenanya dapat balas jasa bunga yang lebih tinggi”
”Loh, tapi kalau yang jelek alias 'toksik' masih di situ, berarti akan kelihatan di pembukuan mereka dong? Bisa jelek citra mereka. Lalu nasabahnya pada hengkang?”
”Hahaha, mereka juga nggak bodoh. Mereka akan simpan yang toksik-toksik itu di kantor mereka yang ada di ... Cayman Island, atau tempat lain yang standar akuntansinya tidak setinggi di negaranya sendiri. Aset toksik itu muncul di neraca di sana, tapi itupun dengan nama yang keren: special purpose vehicle, alias pos untuk keperluan khusus”
”Canggih. Saya pasti sudah tidak curiga dengan nama keren macam itu”
”Nah sekarang kita fast-forward dikit ya. Oh ya, boleh nambah kopi? Thanks. Nah sekarang bayangkan nun di satu tempat, seorang investor sedang galau. Dia sudah 3 bulan tidak menerima kiriman pembayaran dari bank investasi atas CDO yang dibelinya tempo hari”
”Trus, apa yang dia lakukan?”
”Dia menelpon bank tersebut. Namun banknya lalu menjawab bahwa mereka juga sudah 3 bulan tidak menerima pembayaran dari broker yang menjamin hipotik itu”
”Wah kalau saya jadi investornya marah dong, urusan broker dengan si bank itu bukan urusan saya. Bagaimana juga saya bisa tahu bahwa alasannya itu benar, bukan dikarang-karang agar lepas dari tanggung jawab?”
”Benar. Tapi itulah yang terjadi. Bahkan ketika si investor mengingatkan bahwa CDO yang ia beli adalah tipe yang berlabel AAA, dan karenanya harus diutamakan pembayarannya, bank investasi kita hanya bilang: Aduh mohon maaf nih, Pak. Kami juga pikir hipotik-hipotik yang masuk ini barang bagus semua. Buktinya lembaga rating memberi label AAA. Kami tidak sangka bahwa ternyata sedikit sekali kas yang masuk... Kami juga kecewa berat, Pak...”
”Loh kok bisa begitu?”
”Bahkan sewaktu investor sial itu mengingatkan bahwa dulu ia diyakinkan untuk tidak perlu kuatir karena ’harga rumah pasti naik terus; jadi pemiliknya pasti bisa re-finance setiap waktu untuk melunasi hutangnya’, si bank kampret itu hanya bilang: Ternyata itu asumsi yang kurang tepat, Pak. Mohon maaf, ya, Pak... Kelihatannya asumsi yang dipakai lembaga rating juga kurang bagus, kali, Pak...”
”Wah makin kacau aja... Tapi tunggu, bukannya ada asuransi?”
”Iya, si investor pun mengingatkan itu. Lagi-lagi jawaban yang ia dapat: Wah, Pak. Kelihatannya banyak investor seperti Bapak yang sudah complain lebih duluan. Asuransi sudah kehabisan uang untuk membayar ganti rugi sekarang. Asuransinya bangkrut, Pak...”
“Jadi akhirnya, bagaimana?”
“Gelap. Investor itu rugi total. Beberapa asuransi memang bangkrut. Bank-bank lain yang juga menggunakan CDO keropos macam itu juga berguguran... dan seterusnya. Ketika yang kecil-kecil ini punya kaitan dengan yang besar, kerugian mereka juga menjalar ke atas...”
“Dan menyeret raksasa-raksasa seperti AIG, Lehman Bros, dan lain-lain seperti itu?”
”Ya. Tentunya ceritanya tidak sesederhana obrolan kita ini. Jauh, jauh lebih kompleks. Kalau kamu mau tau lebih banyak, baca sendiri ya? Tapi kira-kira intinya tidak jauh dari cerita kita ini. Ini disederhanakan. Namanya juga obrolan warkop, hahaha... Egh, bisa tolong ambilin pisang goreng itu?”
Sure... nih, sori tinggal satu.... Wah makasih ya ceritanya. Tapi boleh dong dijelaskan apa dampaknya terhadap Indonesia? Oh ya, kalau bisa juga sekaligus cerita bagaimana pasar keuangan bisa begitu ’canggih’ sekaligus rentan. Kenapa tidak diatur saja se-strict mungkin? Terus apa yang semestinya dilakukan? Trus...”
”Wow, wow, wow, stop. Satu-satu dong. Saya ini bukan ahlinya. Cuma baca kiri-kanan aja. Tapi kalo sekedar ngobrol di warung, bolehlah sedikit-sedikit kita omongin. Lain kali deh kita sambung, ya...”



Sumber utama: The Subprime Primer, sebuah kartun yang beredar di blogosfer, pertama kali ketemu di blog-nya Greg Mankiw. Dengan bantuan Pak Google, kita mungkin bisa menyimpulkan bahwa asalnya dari The Big Picture.

***